Selasa, 17 Maret 2009

Karakteristik Siswa dan Lingkungan

BAB.I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan UUD RI 1945, berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi serta efisiensi manajemen pendidikan. Pemerataan kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. Peningkatan mutu pendidikan diarahkan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya melalui olahhati, olahpikir, olahrasa dan olahraga agar memiliki daya saing dalam menghadapi tantangan global. Peningkatan relevansi pendidikan dimaksudkan untuk menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan berbasis potensi sumber daya alam Indonesia. Peningkatan efisiensi manajemen pendidikan dilakukan melalui penerapan manajemen berbasis sekolah dan pembaharuan pengelolaan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Implementasi Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dijabarkan ke dalam sejumlah peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah ini memberikan arahan tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional pendidikan, yaitu: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Pada statandar isi permen nomor 22 tahun 2006 dalam Mata Pelajaran Matematika untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs) disebutkan bahwa,Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.

Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.

Namun kenyataan yang ada kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum dalam mata pelajaran matematika ini belum sepenuhnya dapat di terima oleh siswa , fenomena ini terlihat mata pelajaran ini masih dianggap sebagai mata pelajaran yang susah dan sulit dan dari bincang bincang sesama guru matematika.sehingga timbul berbagai pertanyaan bagaimana pembelajaran matematika itu dapat terlaksana dengan baik

1.2. Permasalahan

Setelah melihat dari latar belakang dalam tulisan ini, maka masalah yang diambil adalah bagaimana Model pengembangan Instruksional yang harus diguanakan oleh seorang guru khususnya matematika agar pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang diharapkan sesuai dengan tuntutan kurikulum atau tujuan instruksional yang hendak dicapai.

Dalam Model Pengembangan Instruksional ada 3 tahap yang harus dilakukan yaitu.

a. Tahap Definisi masalah dan organisasi, yaitu

1) Mengidentifikasi kebutuhan instruksional dan menulis tujuan instruksional umum.

2) Melakukan analisis Instruksional

3) Mengidentifikasi perilaku dan karakteristik siswa dan lingkungan

b. Tahap kedua analisis dan pengembangan sistem

1) Menulis Tujuan Instruksional khusus

2) Menulis tes acuan patokan

3) Menyusun strategi instruksional

4) Mengembangkan bahan instruksional

c. tahap ketiga , adalah pelaksanaan evaluasi

1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembelajaran yang kita laksanakan sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka kita harus dapat mengembangkan sistem instruksional yang efektif dan efisien.

Salah satu komponen pengembangan Instruksional yang harus kita lakukan seperti pada Model Pengembangan Instruksional tahap pertama dalam definisi dan organisasi adalah Analisis karakteristik siswa dan lingkungan.

Acuan kita sebagai pendidik, peran , tindakan apa dan bagaimana yang akan kita ambil untuk meminimalisir kesalahan pada pengelolaan pembelajaran. Salah satu langkah yang kita laksanakan adalah melakukan analisis karakteristik siswa dan lingkungan.

BAB.II

PEMBAHASAN

2.1. Model Pengembangan Instruksional

Dalam Model Pengembangan Instruksional (MPI) dalam tahap pertama definisi dan organisasi, setelah kita Merumuskan Tujuan Pembelajaran Umum (TPU) pada hakikatnya untuk memberikan kepastian terhadap apa yang harus dicapai pada mata pelajaran matematika, pada rentang waktu tertentu. Selain itu rumusan TPU juga akan berdampak pada ketepatan langkah selanjutnya dari proses pengembangan program pembelajaran. Untuk itu rumusan TPU harus dilakukan dengan menggunakan kriteria tertentu, seperti: berorientasi pada target akhir., mengandung lebih dari satu kompetensi khusus, berorientasi pada hasil belajar, dan dirumuskan dengan menggunakan kata kerja aktif atau operasional.

Selanjutnya adalah kita harus menganalisis Tujuan Instruksional tersebut. Analisis Intruksional merupakan proses penjabaran prilaku umum menuju ke prilaku khusus yang tersusun secara logis dan sisitematis. Dengan tersusunnya gambaran prilaku khusus dari yang paling awal hingga akhir dan

Langkah ketiga kita harus melihat karakteristik siswa dan lingkungan. Kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa dalam pengembangan pembelajaran merupakan pendekatan yang menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem pembelajaran atas dasar keadaan siswa tersebut. Karena itu, kegiatan menganalisis perilaku dan karakteristik awal siswa merupakan proses untuk mengetahui perilaku yang dikuasai siswa sebelum mengikuti pelajaran, bukan untuk menentukan perilaku pra syarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelajaran. Konsekuensi dari digunakannya cara ini adalah: titik mulai suatu kegiatan pembelajaran tergantung kepada perilaku awal siswa.

sesuai dengan Model Pengembangan Instruksional berikut ini.







2.2. Pendekatan Pembelajaran

Keterampilan siswa dalam kelas acap kali sangat heterogen. Sebagian siswa sudah banyak tahu, sebagian lagi belum tahu sama sekali tentang materi yang diajarkan di kelas. Bila pengajar mengikuti kelompok yang pertama, kelompok kedua merasa ketinggalan, yaitu tidak dapat menangkap pelajaran yang diberikan. Sebaliknya bila pengajar mengikuti kelompok kedua, yaitu mulai dari bawah , kelompok pertama tidak belajar apa apa dan bosan.

Untuk mengatasi hal ini , ada dua pendekatan yang dapat dipilih. Pertama , siswa menyesuaikan dengan materi pelajaran dan kedua, sebaliknya materi pelajaran disesuaikan dengan kemampuan siswa.

Pendekatan pertama, siswa menyesuaikan dengan materi pelajaran, dapat dilakukan sebagai berikut :

  1. Seleksi penerimaan siswa

Pada saat pendaftaran menyeleksi siswa baru, untuk sekolah negeri biasanya disesuaikan dengan daya tampung untuk kelas VII di SMP, seleksi dengan kemampuan yang diraih nya di jenjang SD, maka siswa yang latar belakang kemampunnya kurang akan tersisih jika melebihi daya tampung sekolah tersebut , sehingga mereka yang diterima setidaknya memiliki kemampun yang rata rata bisa dikatakan sama.

  1. Tes dan pengelompokkan siswa

Bisa setelah siswa diterima untuk lebih memusatkan agar kemampuan siswa tersebut mendekati sama , maka dilakukan tes, dimana siswa dikelompokkan sesuai dengan jumlah daya tampung berdasarkan hasil tes mereka dan untuk setiap kelas diharapkan mempunyai kemampuan yang sama, sehingga pengajar dapat mengetahui karakteristik kemampuan anak didiknya sehingga materi yang diberikan dapat disesuaikan dengan kemampuan mereka khususnya dalam menentukan Tujuan Instruksional Umum yang dikembangkan dalam Tujuan Instruksional khusus bagi siswa yang disesuai kan dengan kelompok kelas masing masing siswa.

  1. Lulus mata Pelajaran Prasyarat.

Untuk hal ini biasanya sekolah tersebut mengharapkan siswanya sudah memiliki kemampuan awal yang mudah untuk dikembangkan sesuai dengan sekolah terebut, seperti sekolah olah raga, musik dll.

Pendekatan kedua, materi pelajaran disesuaikan dengan siswa. Pendekatan ini hampir tidak memerlukan seleksi penerimaan siswa. Pada dasarnya semua orang boleh masuk dan mengikuti pelajaran tersebut. Siswa yang masih belum tahu sama sekali dapat mempelajari materi pelajaran tersebut dari bawah , karena materi pelajaran memang disediakan dari tingkat itu.Siswa yang sudah banyak tahu bisa mulai dari tngah atau diatasnya. Bahan pelajaran didesain untuk dapat menampung siswa dalam tingkat kemmpuan awal manapun juga. Selanjutnya siswa dapat maju sesuai dengan kecepatannya masing masing. Karena bahan tersebut didesain untuk hal tersebut.

Walau pada dasarnya tidak perlu seleksi , namun dalam pendidikan formal , seleksi penerimaan siswa tetap diadakan yang merupakan syarat pendidikan secara formal, misalnya perlu ijazah SD untuk SMP. Seleksi itu sangat longgar , karena materi di desain untuk menampung siswa yang heterogen. Pendekatan kedua ini belum bisa dilakukan dalam sistem diluar pendidikan jarak jauh atau sistem pendidikan yang memberikan pelajaran secara klasikal.

Kedua pendekatan diatas bila dilakukan secara ekstrem , tidak ada yang sesuai untuk mengatasi masalah yang heterogennya siswa dalam sistem pendidikan biasa. Karena itu mari kita lihat pendekatan yang ketiga yaitu mengkombinasikan kedua pendekatan diatas. Pendekatan ketiga memiliki ciri sebagai berikut :

a. Menyeleksi penerimaan siswa atas dasar latar belakang pendidikan atau ijazah. Seleksi ini lebih bersifat administatif.

b. Melaksanakan tes untuk mengetahui kemampuan dan karakteristik awal siswa . Tes ini tidak digunakan sebagai alat menyeleksi siswa, tetapi untuk dijadikan dasar penyusunan bahan pelajaran.

c. Menyusun bahan instruksional yang sesuai dengan kemampuan dan karakteristik awal siswa.

d. Menggunakan sistem instrusional yang memungkinkan siswa maju menurut kecepatan dan kemampuan masing masing.

e. Memberikan supervisi kepada siswa secara individual.

Dari uraian singkat tersebut diperoleh gambaran bahwa perilaku dan karakteristik awal siswa penting, karena mempunyai impilikasi terhadap penyusunan bahan belajar dan sistem instruksional.

2.3. Identifikasi perilaku awal Siswa

Perilaku awal siswa sangat diperlukan oleh guru sebagai pengembang instruksional , sehingga sejak awal permulaan kegiatan instruksionl, telah dapat disesuaikan dengan siswa yang akan mengikutinya.

Seorang guru perlu mencari informasi lebih jauh tentang kemampuan siswa yang telah dirumuskan dalam analisis instruksional, perilaku khusus itu tersusun secara hirarkilal, prosedural, pengelompokkan atau kombinasi ketiganya atau dua diantaranya.

Tingkat kemampuan populasi sasaran dalam perilaku perilaku khusus itu perlu di identifikasi , gar guru dapat menentukan mana perilaku khusus yng sudah dikuasai siswa, sehingga tidak perlu diajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai siswa untuk di ajarkan kembali, dan mana yang belum dikuasai siswa untuk diajarkan. Dengan demikian guru dalam pengembangan instruksional dapat menentukan titik awal yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswanya. Seperti berikut ini.

Analisis Instruksional mata pelajaran matematika kelas IX SMP Semester 1, Pokok bahasan Luas dan Volum bangun ruang :

TIU

Memahami sifat-sifat tabung, kerucut, dan bola serta menemukan ukurannya

Setelah melakukan analisis pada tingkat kemampuan populasi sasaran dalam melihat kemampuan awal siswa ada perilaku awal yang harus dimiliki oleh siswa yaitu :

- Siswa dapat menemukan luas lingkaran.dan

- Siswa dapat menemukan luas persegi panjang.

perilaku pada poin tersebut sudah diajarkan pada kelas sebelumnya dan minimal sudah dikuasai oleh siswa, maka guru cukup menentukan sasaran yang sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh siswa dengan sasaran: Siswa dapat menemukan luas selimut tabung saja.

Biasanya untuk mengidentifikasi perilaku awal siswa menggunakan observasi dan tes. Observasi dan tes adalah cara yang lebih mantap karena dapat mengumpulkan data yang lebih keras. Observasi dilakukan untuk menilai kemampuan yang bersifat pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan atau keterampilan. Sedangkan tes digunakan untuk menilai kemampuan yang bersifat kognitif.

Analisislah hasil pengumpulan data untuk menentukan perilaku awal siswa . kelompokkan perilaku yang mendapat nilai cukup dan diatasnya. Pisahkan perilaku yang masih sedang, kurang atau buruk. Buatlah garis batas antara kelompok perilaku tersebut pada bagian analisis instruksioanal untuk menunjukkan dua hal sebagai berikut.

  1. perilaku perilaku dibawah garis batas adalah perilaku yang sudah dikuasai oleh populasi sasaran sampai tingkat cukup dan baik. Perilaku ini tidak akan diajarkan kembali kepda siswa.
  2. Perilaku yang ada diatas garis batas adalah perilaku yang belum dikuasai oleh populasi sasaran atau baru dikuasai sampai tingkat sedang , kurang dan buruk. Perilaku perilaku tersebut akan diajarkan kepada siswa.

Susunlah urutan perilaku yang ada diatas garis batas untuk dijadikn pedoman dalam menentukan urutan materi pelajaran.

2.4. Karakteristik awal siswa

Disamping mengidentifikasi perilaku awal siswa pengembang instruksional juga mengidentifikasi karakteristik siswa yang berhubungan dengan keperluan pengembangan instruksional, minat siswa pada umumnya senang dengan olah raga, karena sebagian besar siswa penggemar olah raga, dapat dijadikan contoh dalam rangka menjelaskan materi olah raga. Kemampuan siswa yang kurang dalam memahami hal hal yang abstrak merupakan masukan dalam proses pembelajaran agar guru selalu menggunakan alat peraga, atau model model yang kongkrit serta penggunaan media yang sesuai dengan materi pelajaran yang akan diberikan.

Demikian pula bila siswa senang dengan lelucon, pendesain instruksional sebaiknya mempertimbangkan penggunaan lelucon , cerita yang menarik dalam strategi instruksionalnya.Bila sebagian besar siswa tidak mempunyai penerima siaran TV melalui TV Education di rumah. Pendesain instruksional tidak dapat membuat program tugas berdasarkan siaran TV Education untuk dipelajari siswa di rumah . Informasi diatas perlu dicari oleh pengembang instruksional sehingga ia dapat mengembangkan sistem instruksional yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut.

Teknik yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik awal siswa sama dengan teknik yang digunakan dalam mengidentifikasi perilaku awal siswa, yaitu kuiseoner, interviu, observasi dan tes.

Informasi yang dikumpulkan terbatas kepada karakteristik yang ada manfaatnya dalam proses pengembangan instruksional. Seperti :

a. Pekerjaan orang tua

b. Kesenangan ( hobby )

c. Bahasa yang digunakan sehari hari ( selain B. Indonesia )

d. Alat audio, TV, Komputer, Internet yang digunakan sehari hari

e. dll

2.5 Lingkungan

Banyak faktor lingkungan yang bisa mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berkonsentrasi, menyerap dan menangkap informasi. Contohnya generasi muda bisa belajar sambil mendengarkan musik dengan volume yang tinggi dan dekat radio. Mereka merasa nyaman dengan latar suara yang heboh dan mengabaikannya ketika mereka belajar.

Beberapa pelajar mempunyai metode tertentu dalam belajar yang lebih efektif dan yang lainnya. Beberapa dari mereka bisa belajar lebih baik dari pendekatan rasa dan yang lainnya bisa merasa lebih baik dengan pendekatan fisik dan mengutak atik objek-objek tertentu. Dengan mengetahui keunikan tiap-tiap individu ini bisa membantu rencana pembelajaran yang efektif. Ada dua informasi yang berhubungan dengan gaya belajar ini yaitu kondisi belajar dan gaya belajar kognitif.

Lingkungan juga harus diperhatikan oleh pengembang instruksional, seperti :

a. lingkungan budaya

b. Tempat tinggal siswa

c. Letak sekolah

d. Dll.

Perbedaan secara sosial dan budaya juga harus diperhatikan karena ini bisa berdampak pada tanggung jawab individu dalam mengerjakan tugas dan kegiatan-kegiatan kreatif lainnya. Sekelompok siswa mungkin saja termasuk anggota-anggota dari kebudayaan etnik dengan latar belakang dan kelakuan yang berbeda. Perhatian khusus juga harus diberikan pada siswa yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda khususnya dalam hal pemilihan materi dalam rangka mendukung tujuan pembelajaran. Untuk membangun kepercayaan diri pada mereka yang berbeda latar belakang budaya.

Dalam proses pembelajaran juga sering dijumpai siswa yang termasuk kategori "tidak mampu" adalah siswa atau individu dengan ketidakmampuan secara fisik dan lainnya seperti ketidakmampuan dalam pendengaran dan kehilangan penglihatan, ketidaksempurnaan pengucapan dan keterbelakangan mental. Setiap siswa yang tidak mampu ini mempunyai keterbatasan yang unik dan membutuhkan perhatian khusus. Sementara ada juga siswa yang cacat yang bisa bergabung dengan kelas reguler dan beberapa lainnya tidak bisa bergabung. Banyak siswa yang tidak mampu ini membutuhkan pelatihan dan perhatian khusus, oleh karena itu sebuah program pembelajaran mungkin membutuhkan modikasi yang ekslusif supaya bisa melayani siswa-siswa tersebut dengan tepat. Seorang spesialis yang mampu bekerja dengan siswa dengan ketidakmampuan ini juga harus merupakan bagian dari rencana pembelajaran ini.

BAB.III

KESIMPULAN

1. Langkah ketiga dalam Model Pengembangan Instruksional (MPI), yaitu mengidentifikasi perilaku dan karakteristik awal siswa , mengemukakan pendekatan menerima siswa apa adanya dan menyusun sistem instruksional atas dasar keadaan siswa tersebut.Karena itu langkah ke tiga MPI merupakan proses untuk mengetahui perilaku yang dikuasai siswa sebelum mengikuti pelajaran, bukan untuk menentukan perilaku prasyarat dalam rangka menyeleksi siswa sebelum mengikuti pelajaran. Konsekuensi yang digunakan oleh MPI adalah titik mulai suatu kegiatan instruksional tergantung kepada perilaku awal siswa.

2. Dengan diketahuinya karakteristik awal siswa pengembang instruksional dapat menentukan program pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa tersebut.

3. faktor lingkunan merupakan faktor yang penting dalam pengembangan intruksional, karena dapat juga mempengaruhi kelancaran pembelajaran, hal tersebut harus diperhatikan dalam pengembangan instruksional termasuk bagaimana program intruksional untuk mengatasi keadaan siswa yang tidak mampu, perbedaan etnis dan latar belakang budaya yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Stándar Nasional Pendidikan dan Panduan KTSP. Jakarta: BSNP

Dick, Walter and Carey Lou. 1990. The Systematic Design of Instruction (2nd Ed).Glenview.Illinois.Scott.Foresman and company. Dalam M. Atwi Suparman. 2004. Desain Instructional: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

http://pansusdb.blog.com/3072014/ diakses tanggal 6 maret 2009

Popham, W. james (1981) . Modern Educational measurement. Englewood Cliffs. Prentice-Hall . Dalam M. Atwi Suparman. 2004. Desain Instructional: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Suparman, M. Atwi. 2004. Desain Instructional: Proyek Pengembangan Universitas Terbuka Ditjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka

Welly. S. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Mitra Print Jakarta

West, Charles K., James A. Farmer., Phillip M. Wolff. 1991. Intructional Design. Boston: Allyn And Bacon

Tidak ada komentar: